Jumat, 11 Februari 2011

Indonesia merdeka


Pengakuan tanggal kemerdekaan Indonesia oleh Belanda adalah peristiwa di mana Belanda akhirnya mengakui bahwa kemerdekaan Indonesia adalah tanggal 17 Agustus 1945 sesuai dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia, bukan tanggal 27 Desember 1949 saat soevereiniteitsoverdracht (penyerahan kedaulatan) ditandatangani di Istana Dam, Amsterdam.
Pengakuan ini baru dilakukan pada 16 Agustus 2005, sehari sebelum peringatan 60 tahun proklamasi kemerdekaan Indonesia, oleh Menlu Belanda Bernard Rudolf Bot dalam pidato resminya di Gedung Deplu. Pada kesempatan itu, Pemerintah Indonesia diwakili oleh Menlu Hassan Wirajuda. Keesokan harinya, Bot juga menghadiri Upacara Kenegaraan Peringatan Hari Ulang Tahun ke-60 Kemerdekaan RI di Istana Negara, Jakarta. Langkah Bot ini mendobrak tabu dan merupakan yang pertama kali dalam sejarah.
Pada 4 September 2008, juga untuk pertama kalinya dalam sejarah, seorang Perdana Menteri Belanda, Jan Peter Balkenende, menghadiri Peringatan HUT Kemerdekaan RI. Balkenende menghadiri resepsi diplomatik HUT Kemerdekaan RI ke-63 yang digelar oleh KBRI Belanda di Wisma Duta, Den Haag. Kehadirannya didampingi oleh para menteri utama Kabinet Balkenende IV, antara lain Menteri Luar Negeri Maxime Jacques Marcel Verhagen, Menteri Hukum Ernst Hirsch Ballin, Menteri Pertahanan Eimert van Middelkoop, dan para pejabat tinggi kementerian luar negeri, parlemen, serta para mantan Duta Besar Belanda untuk Indonesia.[1]
Selama hampir 60 tahun, Belanda tidak bersedia mengakui kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Belanda menganggap kemerdekaan Indonesia baru terjadi pada 27 Desember 1949, yaitu ketika soevereiniteitsoverdracht (penyerahan kedaulatan) ditandatangani di Istana Dam, Amsterdam. Di Belanda selama ini juga ada kekhawatiran bahwa mengakui Indonesia merdeka pada tahun 1945 sama saja mengakui tindakan politionele acties (agresi militer) pada 1945-1949 adalah ilegal.
Sebelumnya, pada tahun 1995, Ratu Beatrix sempat ingin menghadiri Peringatan Hari Ulang Tahun RI ke-50. Tapi keinginan ini ditentang PM Wim Kok. Akhirnya Beatrix terpaksa mampir di Singapura dan baru memasuki Indonesia beberapa hari setelah peringatan proklamasi.

Menlu Hassan pun hanya mengatakan,"Kami menerima pernyataan penyesalan dari pemerintah Belanda". Saat ditanya apakah dengan menerima penyesalan dari pemerintah Belanda berarti Indonesia memaafkan kejahatan Belanda semasa penjajahan dulu, Hassan tidak membenarkan dan tidak membantahnya. "Kita sudah dengar sendiri dari Menlu Bot. Ini adalah pernyataan yang sensitif. Di Belanda pun untuk menyatakan penyesalan ini menjadi perdebatan sejumlah pihak. Kita harus menghargai sikap Belanda," tutur Hassan.
Acara yang dimulai pukul 19.30 ini berakhir pada pukul 20.15 WIB. Usai menyampaikan pidatonya, kedua Menlu ini saling memotong tumpengan nasi kuning sebagai tanda dimulainya babak baru hubungan Indonesia dan Belanda. (sumber: detikcom)

Proklamasi kemerdekaan





Coba bayangkan seandainya tidak ada Frans Soemarto Mendur di Pegangsaan Timur 56 Jakarta  tanggal 17 Agustus 1945 ? Apakah proklamasi kemerdekaan Indonesia itu dapat diyakini benar-benar terjadi? Sebagai fotografer ia mengabadikan peristiwa yang teramat bersejarah bagi bangsa Indonesia dengan jumlah plat film yang terbatas. Ironisnya belakangan diketahui bahwa plat film foto proklamasi itu tidak ditemukan lagi. Namun foto itulah yang direproduksi dalam buku-buku bersejarah sebagai saksi dan bukti bahwa kemerdekaan Indonesia telah dikumandangkan.

Ini bisa  dibandingkan dengan rekaman pidato Proklamasi itu sendiri yang memang tidak ada dalam peristiwa tersebut. Kalau kita sekarang mendengar melalui radio atau televisi suara lantang Bung Karno, itu direkam kemudian pada tahun 1950-an. Jusuf Ronodipuro membujuk Bung Karno untuk melakukan rekaman yang pada mulanya ditolak. Proklamasi itu hanya sekali dan tidak diulang lagi, tukas Bung Karno. Tetapi ini perlu dan penting bagi sejarah terutama untuk generasi muda, ujar Jusuf Ronodipuro.







Tanggal 17 Agustus 1945, suasana Jakarta terasa sepi tetapi mencengkam karena pasukan Jepang yang bersenjata lengkap masih sering berpatroli. Bendera Hinomaru masih berkibar. Dini hari, dua bersaudara Alexius Mendur (1907-1984), kepala desk foto kantor berita Jepang Domei dan Frans Soemarto -- Soemarto adalah nama bapak angkatnya  Mendur (1913-1971) yang bekerja untuk surat kabar Asia Raya berangkat ke Pegangsaan Timur 56 karena mereka memperoleh informasi akan ada peristiwa penting di sana. Menjelang proklamasi, Asia Raya adalah satu-satunya surat kabar di Jakarta yang dibolehkan terbit oleh Jepang. Peristiwa teramat penting ini hanya diberitakan sangat singkat dalam edisi koran tersebut  tanggal 18 Agustus 1945, tanpa ada foto sama sekali. Pihak Jepang telah melakukan sensor. Untuk menghindari penggeledahan, Frans Mendur menyembunyikan plat film itu di dalam tanah di bawah pohon pada halaman belakang kantor Asia Raya. Foto-foto ini baru dimuat pada bulan Februari 1946 pada harian Merdeka (yang didirikan tanggal 1 Oktober 1945).

Fotografi itu bukan saja saksi sejarah (“seeing is believing”) tetapi juga bukti sejarah. Anekdot yang disampaikan sejarawan terkemuka Indonesia almarhum Sartono Kartodirdjo mengungkap hal ini. Dalam konferensi IAHA (International Association of Historians of Asia) ketiga  di Manila tahun 1971, sejarawan Taufik Abdullah sehabis seminar bergurau kepada  rekan-rekan Indonesia lainnya. Ia tidak akan mencuci tangannya sampai besok pagi, karena tangan itu masih wangi sehabis berjabatan tangan dengan Imelda Marcos, Ibu Negara dan mantan ratu kecantikan Filipina.

Masa penjajahan

* 8 Maret 1942 Jepang mendarat di Kalimantan untuk menguasai sumber minyak mentah

* Tanggal 9 Maret 1942, Belanda menyerah pada Jepang. Penyerahan di Kalijati, Subang, Jabar.

*Pihak Belanda:Letjen Ter Porten

*Pihak Jepang Letjen Hitoshi Imamura

*Saat dikuasai Jepang Indonesia dibagi dua:

 1) P. Jawa dan Sumatra di bawah komando angkatan darat, berpusat di Jakarta 
 2) Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku di bawah Komando Angkatan Laut yang berpusat 
           di Ujung Pandang 

*Propaganda Jepang:

1) Gerakan 3A: 
 Jepang pemimpin asia 
 Jepang pelindung asia 
 Jepang cahaya asia 

2) Jepang adalah saudara tua Indonesia 

3) Jepang membentuk Putera 

4) Jepang bertujuan untuk membebaskan Indonesia dari penjajahan 


*Indonesia dimasukkan dalam kawasan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya, 
 dibawah kepemimpinan Jepang.

*Tujuan Kedatangan Jepang ke Indonesia:

 1. Menguasai wilayah Indonesia. Bukti: 
  1.1 Ind dijadikan sbg sumber bahan mentah 
  1.2 Romusha 
  1.3 Semua kegiatan Parpol dilarang 

 2. Tentara pendudukan Jepang melakukan pemerasan ekonomi: 
  2.1 Petani wajib menyetorkan hasil panen padi, jagung, dan ternak 
  2.2 Petani wajib menanam jarak untuk pelumas senjata 
  2.3 Hutan-hutan ditebang untuk kebutuhan industri 
  2.4 hasil perkebunan harus disetor pada Jepang 
  2.5 penyerahan besi atau logam untuk kebutuhan industri senjata 
 3. Pemuda-pemuda Indonesia dikerahkan untuk romusha (kerja paksa)

 4. Jepang membentuk organisasi semi militer dan militer penuh 
  4.1 Semi militer: 
   a. Seinendan, 29 April 1943 
      Tujuan: mendidik dan melatih pemuda Indonesia untuk 
                           mempertahankan Indonesia dengan kekuatan sendiri 
   b. Keibodan, 29 April 1943, Barisan pembantu Polisi 
   c. Fujinkai,  Agustus 1943, Himpunan Wanita 
    Wanita usia >15 th dilatih militer 
   d. Jawa Hokokai, 1944, dibentuk Jend. Kumkici Harada 

  4.2 Militer Penuh:
   a. Peta, 3 Oktober 1943 
   b. Heiho, April 1943, pembantu prajurit Jepang 

PERJUANGAN Ir.SOEKARNO




Hebatnya, meskipun pidato itu dengan keras menentang kolonialisme dan imperialisme, serta cukup kritis terhadap negara-negara Barat, ia mendapat sambutan luar biasa di Amerika Serikat (AS).
Pidato itu menunjukkan konsistensi pemikiran dan sikap-sikap Bung Karno yang sejak masa mudanya antikolonialisme. Terutama pada periode 1926-1933, semangat antikolonialisme dan anti-imperialisme itu sudah jelas dikedepankannya.
Sangat jelas dan tegas ingatan kolektif dari pahitnya kolonialisme yang dilakukan negara asing yang kaya itu. Namun, kata dan fakta adalah dua hal yang berbeda, dan tak jarang saling bertolak belakang.
Soekarno dan para penggagas nasionalisme lainnya dipaksa bergulat di antara “kata” dan “fakta” politik yang dicoba dirajut namun ternyata tidak mudah, dan tak jarang menemui jalan buntu.
Soekarno yang rajin berkata-kata, antara lain mengenai gagasan besarnya menyatukan kaum nasionalis, agama dan komunis (1926) menemukan kenyataan yang sama sekali bertolak belakang, ketika ia mencobanya menjadi fakta. Begitu pula gagasan besarnya yang lain: marhaenisme, atau nasionalisme marhaenistis, yang matang dikonsepsikan pada tahun 1932. Bahkan, gagasannya mengenai Pancasila.

emang, pembelaan Bung Karno terhadap kaum tertindas tidak hanya untuk negerinya namun juga negeri lain. Itulah sebabnya, mengapa ia dipuja habis oleh bangsa Arab yang tengah menghadapi serangan Israel kala itu. Bung Karno dianggap sebagai pemimpin kaum Muslim. Padahal, di dalam negeri sendiri ia kerap dipandang lebih sebagai kaum abangan daripada kaum santri.
Sebenarnya, seberapa religiuskah Bung Karno? Bukankah ia juga dalam konsepsi Pancasila merumuskan sila Ketuhanan Yang Maha Esa? Sila yang menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk dan mengakui lima agama. Bagaimana mungkin merangkum visi lima agama itu dalam satu kalimat yang mendasar itu kalau si pembuat kalimat tidak memahami konteks kehidupan beragama di Indonesia secara benar?
Dalam hal ini elok dikutip pendapat Clifford Geertz Islam Observed (1982): “Gaya religius Soekarno adalah gaya

Semangat jiwanya

KONDISI BANGSA PADA SAAT PENDUDUKAN JEPANG
Pada awalnya, kedatangan pasukan Jepang di sambut hangat oleh bangsa Indonesia. Namun kenyataanya, pasukan Jepang tidak jauh beda dengan bangsa kolonial lainnya. Malah perlakuan bangsa jepang lebih biadab dan menyengsarakan bangsa Indonesia. Sumber - sumber ekonomi bangsa dikontrol penuh seluruhnya oleh Jepang. Maka penderitaan dan kesengsaraan menyelimuti bangsa Indonesia.
Setelah berhasil mengusai wilayah Indonesia, Jepang melihat adanya kemungkinan kesulitan dalam pemenuhan bahan pangan, oleh karena itu , Jepang melakukan perluasan area persawahan, penyuluhan pertanian, pengawasan terhadap penggunaan dan peredaran barang sisa barang, pengawasan terhadap hasil perkebunan, dan peraturan pembatasan alat produksi.

MASALAH TENAGA KERJA
A. Pergerakan Pemuda
Pergerakan tenaga kerja oleh pemerintah Jepang kebnyakan anggotanya adalah pemuda dan rakyak demi memenuhi kebutuhan bangsa Jepang. Mereka dimasukan dalam organisasi semi-militer bagi yang masih mampu dan sebagin di pekerjakan sebgai romusha. Semenjak itulah menggolongkan para pemuda karma lingkungan dan sosial yang berbeda, yang mampu mendapat pendidikan khusus yang layak dan yang tidak mampu menjadi pekerja yang tak kenal henti.
Karena para pemuda memiliki semangat yang lebih dan giat, oleh karena itu pemerintah Jepang menanamkan idealismenya untuk mempropoganda dari pihak barat, bahwa Jepang adalah sama-sama orang asia dan sebagai orang asia mereka senasib dengan orang-orang asia lainnya, karena propaganda itulah para pemuda merasa tidak ada perbedaan atara Indonesia dan Jepang.
Sampai-sampai Jepang membuat selogan “Jepang-Indonesia Sama-sama atau Jepang Saudara Tua” karena selogan itu para pemuda memandang Jepang sebagai pembawa perubahan pada awalnya, karena pada masa pndudukan Kolonial (Belanda) sebelunya terlalu diskriminasi, sementara itu Pemerintah Jepang mulai menanamkan kepada pemuda sebuah ideologi, agar para pemuda memiliki sifat Seishin (Semangat), dan Bushido (Jiwa Satria), yang mencerimkan kesetiaan danbati kepada tuannya (Jepang).
Penekanan seperti ini ternyata membawa keuntungan pula bagi para pemuda, niat Jepang utuk membuat para pemuda patuh dengan ideologi tersebut namun berbanding terbalik, para pemuda menanamkan semangat tersebut untuk melawan pasaukan Jepang.
Sarana yang digunakan oleh Jepang untuk menanamkan idealisme mereka melalui pendidikan Sekolah Rakyat (Sekolah Dasar saat ini), Sekolah Menengah, dan lain-lain, dengan bertambahnya ilmu lewat pendidikan tersebut para pemuda mulai menyadari akan wajah asli Bangsa Jepang saat itu, bahawa Saat pendudukan Jepang atas Indonesia tak jauh beda pada saat Kolonial (Belanda) menduduki Indonesia.
Pada bulan April 1943 dikeluarkan pengumuman yang isinya memberrkan kesempatan kepada para pemuda Indonesia untuk menjadi anggota Heiho (Pembantu Prajurit Jepang), ada juga yang disebut PETA (Pembela Tanah Air).pasukan ini di latih oleh intelejen .
Setelah pelatihan selesai panglima besar Jepang yaitu Letjen Kumakici Harada
Menyarankan agar PETA dibentuk atas inisiatif kesadaran bangsa bugan oleh pemerintahan Jepang, maka dari itu di tunjuklah Gatot Mangkupraja yang lebih dekat oleh para petinggi Jepang di sarankan untuk menulis surat permohonan pembentukan Pasukan PETA
Pada 7 September dikirimlah surat tersebut, lalu tidak lama kemudian turunlah keputusanpada tanggal 3 Oktober 1943 yang diberi nama Osamu seirei No.44, yang memutuskan dibentuknya tentara kedaulatan bangsa PETA , ke inginan Pemerintahan Jepang membuat PETA supaya memebantu tentara Jepang pada masa itu namun para nasionalis mulai berpikir akan kedaulatan bangsa Indonesia, dimulailah pemberontakan Peta di Blitar yang dipimpin oleh Supriyadi dan Muradi pada tanggal 14 Februari 1945 , pemberontakan ini karena bangsa Jepang mulai bersikap seperti penjajah sebelumnya dan adanya Romusha.

Rabu, 09 Februari 2011


Ir. Soekarno1 (ER, EYD: Sukarno) (lahir di Surabaya, Jawa Timur, 6 Juni 1901 – meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970 pada umur 69 tahun) adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 19451966.[1] Ia memainkan peranan penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda.[2] Soekarno adalah penggali Pancasila karena ia yang pertama kali mencetuskan konsep mengenai dasar negara Indonesia itu dan ia sendiri yang menamainya Pancasila.[2] Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945.
Soekarno menandatangani Surat Perintah 11 Maret 1966 Supersemar yang kontroversial, yang isinya - berdasarkan versi yang dikeluarkan Markas Besar Angkatan darat - menugaskan Letnan Jenderal Soeharto untuk mengamankan dan menjaga keamanan negara dan institusi kepresidenan.[2] Supersemar menjadi dasar Letnan Jenderal Soeharto untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan mengganti anggota-anggotanya yang duduk di parlemen.[2] Setelah pertanggung jawabannya ditolak Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada sidang umum ke empat tahun 1967, Presiden Soekarno diberhentikan dari jabatannya sebagai presiden pada Sidang Istimewa MPRS di tahun yang sama dan mengangkat Soeharto sebagai pejabat Presiden Republik Indonesia.[2]
Ketika dilahirkan, Soekarno diberikan nama Kusno Sosrodihardjo oleh orangtuanya.[1] Namun karena ia sering sakit maka ketika berumur lima tahun namanya diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya.[1][3] Nama tersebut diambil dari seorang panglima perang dalam kisah Bharata Yudha yaitu Karna.[1][3] Nama "Karna" menjadi "Karno" karena dalam bahasa Jawa huruf "a" berubah menjadi "o" sedangkan awalan "su" memiliki arti "baik".[3]
Di kemudian hari ketika menjadi Presiden R.I., ejaan nama Soekarno diganti olehnya sendiri menjadi Sukarno karena menurutnya nama tersebut menggunakan ejaan penjajah (Belanda)[rujukan?]. Ia tetap menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda tangan tersebut adalah tanda tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh diubah[rujukan?]. Sebutan akrab untuk Soekarno adalah Bung Karno.

Achmed Soekarno

Di beberapa negara Barat, nama Soekarno kadang-kadang ditulis Achmed Soekarno. Hal ini terjadi karena ketika Soekarno pertama kali berkunjung ke Amerika Serikat, sejumlah wartawan bertanya-tanya, "Siapa nama kecil Soekarno?" karena mereka tidak mengerti kebiasaan sebagian masyarakat di Indonesia yang hanya menggunakan satu nama saja atau tidak memiliki nama keluarga. Entah bagaimana, seseorang lalu menambahkan nama Achmed di depan nama Soekarno. Hal ini pun terjadi di beberapa Wikipedia, seperti wikipedia bahasa Ceko, bahasa Wales, bahasa Denmark, bahasa Jerman, dan bahasa Spanyol.
Sukarno menyebutkan bahwa nama Achmed di dapatnya ketika menunaikan ibadah haji.[4] Dalam beberapa versi lain, disebutkan pemberian nama Achmed di depan nama Sukarno, dilakukan oleh para diplomat muslim asal Indonesia yang sedang melakukan misi luar negeri dalam upaya untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan negara Indonesia oleh negara-negara Arab.

Kehidupan

Masa kecil dan remaja

Rumah masa kecil Bung Karno
Soekarno dilahirkan dengan seorang ayah yang bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya yaitu Ida Ayu Nyoman Rai.[1] Keduanya bertemu ketika Raden Soekemi yang merupakan seorang guru ditempatkan di Sekolah Dasar Pribumi di Singaraja, Bali.[1] Nyoman Rai merupakan keturunan bangsawan dari Bali dan beragama Hindu sedangkan Raden Soekemi sendiri beragama Islam.[1] Mereka telah memiliki seorang putri yang bernama Sukarmini sebelum Soekarno lahir.[5] Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur.[1]
Ia bersekolah pertama kali di Tulung Agung hingga akhirnya ia pindah ke Mojokerto, mengikuti orangtuanya yang ditugaskan di kota tersebut.[1] Di Mojokerto, ayahnya memasukan Soekarno ke Eerste Inlandse School, sekolah tempat ia bekerja.[5] Kemudian pada Juni 1911 Soekarno dipindahkan ke Europeesche Lagere School (ELS) untuk memudahkannya diterima di Hoogere Burger School (HBS).[1] Pada tahun 1915, Soekarno telah menyelesaikan pendidikannya di ELS dan berhasil melanjutkan ke HBS. di Surabaya, Jawa Timur.[1] Ia dapat diterima di HBS atas bantuan seorang kawan bapaknya yang bernama H.O.S. Tjokroaminoto.[1] Tjokroaminot] bahkan memberi tempat tinggal bagi Soekarno di pondokan kediamannya.[1] Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu, seperti Alimin, Musso, Dharsono, Haji Agus Salim, dan Abdul Muis.[1] Soekarno kemudian aktif dalam kegiatan organisasi pemuda Tri Koro Darmo yang dibentuk sebagai organisasi dari Budi Utomo.[1] Nama organisasi tersebut kemudian ia ganti menjadi Jong Java (Pemuda Jawa) pada 1918.[1] Selain itu, Soekarno juga aktif menulis di harian "Oetoesan Hindia" yang dipimpin oleh Tjokroaminoto.[5]
Tamat H.B.S. tahun 1920, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoge School (sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil dan tamat pada tahun 1925.[6] Saat di Bandung, Soekarno tinggal di kediaman Haji Sanusi yang merupakan anggota Sarekat Islam dan sahabat karib Tjokroaminoto.[1] Di sana ia berinteraksi dengan Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij.